Featured

Diberdayakan oleh Blogger.

2 Cara mencari literatur ilmiah di internet


Kebanyakan mahasiswa strata 1 dan 2 masih sering kebingungan bagaimana mencari artikel-artikel ilmiah, paten, review dan jenis literatur lainnya secara online. Sering kali karena keterbatasan itu, mereka hanya menggunakan literatur local saja sebagai bahan rujukan. Kalaupun ada memasukkan artikel jurnal internasional di dalam daftar pustaka, mereka hanya mengisikannya sebagai daftar tanpa pernah memililki dan membaca copy artikel tersebut. Jelas saja pengaruhnya adalah pada kualitas penelitian dan laporan (baik skripsi maupun tesis) yang dihasilkan. Padahal semakin banyak kita membaca hasil-hasil penelitian orang lain, semakin kreatif kita dalam memunculkan ide-ide baru serta menterjemahkannya ke dalam tulisan.
Saya mencoba membagi beberapa trik  kepada anda tentang usaha mengumpulkan literatur dari dunia internasional. Hal terpenting dari trik ini tentu saja kemampuan bahasa inggris yang memadai. Karena itu rajin-rajinlah mempraktekkan bahsa inggris dimana saja berada. Langkah selanjutnya yang bisa dicoba antara lain:
1.      Mencari literatur via google.
Anda cukup memasukkan kata kunci artikel atau paten yang ingin dicari, kemudian tambahkan .pdf di akhir kalimatnya. Om google akan segera menampilkan hasil-hasil yang relevan dalam bentuk pdf format. Biasanya yang ditampilkan ini adalah free artikel, artikel berbayar yang diupload kembali oleh seseorang, artikel dari situs authornya dll. Anda tinggal mengklik link pdf tersebut untuk mendownload.
2.      Menggunakan google scholar
Google scholar merupakan sebuah fitur layanan google untuk masyarakat ilmiah. Dengan memasukkan kata kunci yang berhubungan dengan penelitian kita, google scholar akan mengumpulkan semua dokumen berbentuk artikel dari seluruh dunia, baik perpustakaan online, free from publisher maupun institusi penelitian. Beberapa hasil penelitian dapat didownload secara gratis. Untuk IP Address Indonesia, google scholar beralamat di google.scholar.co.id.
3.      Meminta artikel dari teman di luar negeri
Universitas di Negara maju biasanya sudah memiliki langganan jurnal online secara permanen. Mahasiswanya dapat mengakses jurnal tersebut dengan gratis menggunakan IP Address kampus. Semakin terkenal kampusnya, maka semakin banyak dan variatif langganan jurnal yang disediakannya. Contohnya Pensylvannia Universitymenyediakan akses ke jurnal-jurnal keluaran American Chemical Society (ACS), Elsevier, Springerlink, dan Kluwer publisher.
Anda tinggal mencari rekan yang berkuliah di kampus bersangkutan, baik orang Indonesia ataupun bukan. Akrabkan dulu diri anda dengan mereka selama 3-4 kali email, kemudian silahkan ajukan permohonan bantuan mendownload jurnal. Cara lainnya adalah bergabung dengan milis yang khusus menyediakan bantuan untuk mengunduh artikel ilmiah. Foundernya adalah mahasiswa kita yang kuliah di luar negeri. Anda tinggal bergabung ke milis, kirimkan request, kemudian member lain yang memiliki akses ke jurnal yang anda minta akan mengirimkan artikel tersebut ke email anda via japri.
4.      Meminta langsung ke author artikel tersebut.

Situs publisher jurnal berbayar biasanya tetap menampilkan abstrak penelitian serta nama-nama authornya. Di Elsevier, corresponding author artikel tersebut langsung dilengkapinya dengan alamat email yang bisa dihubungi sedangkan pada ACS tidak. Anda dapat langsung menghubungi author yang bersangkutan untuk meminta capy jurnal yang dibutuhkan. Jika alamat emailnya belum tersedia, tidak usah sedih. Copykan saja nama corresponding authornya ke kolom search di situs resmi universitas tempat dia berada, kemudian lakukan pencarian. Google akan menampilkan link-link yang berhubungan dengan si author. Periksa satu persatu link tersebut, akan akan menemukan alamat email orang yang dicari.
Cara terakhir adalah meretas situs publisher yang bersangkutan atau menggunakan fake cc. Tapi saya sangat tidak menyarankan anda untuk menggunakan cara ini karena tidak akan baik untuk masa depan anda dunia akhirat.

Selamat berburu artikel.
Read more

0 Memperbaiki Paradigma Pendidikan Indonesia



Pendidikan di Indonesia sepertinya berkembang mengikuti paradigma yang kurang tepat. Kalau kita perhatikan di sekolah-sekolah mulai dari SD sampai SMA, siswa tiap hari senantiasa dibebani dengan muatan kurikulum yang sangat padat, materi yang cenderung memberatkan dengan waktu bermain yang semakin berkurang. Lihat saja di kelas 3 SD misalnya, siswanya sudah dihadapkan pada soal-soal matematika yang berbentuk cerita (semacam aritmetika sosial). Padahal, siswa di kelas ini baru saja paham bagaimana cara kali-bagi-tambah-kurang (KABATAKU) dalam bentuk deret ke bawah. Sungguh memberatkan. Dan seperti pada umunya sekolah, matematika selalu saja menjadi ukuran pertama kepintaran siswa di sekolahnya. 


Pindah ke SMP, muncul lagi pelajaran-pelajaran baru yang dulunya hanya bersifat pengenalan tetapi sekarang sudah disulap menjadi mata pelajaran sendiri seperti kimia. Di SMA bahkan materi matematika sudah mulai menggarap lahan yang seharusnya jadi milik mahasiswa matematika tahun pertama seperti Kalkulus Dengan Pendekatan Geometri karya Wiliam J.purcel. Seakan-akan yang ada disekolah hanya ada pelajaran, menghafal rumus dan mengerjakan soal.

Dengan alasan mempercepat kemajuan pendidikan, belakangan ini diterapkan lagi beberapa metoda seperti kelas akselerasi, kelas unggul sampai kelas berstandar Internasional. Tentu saja ini sangat baik karena membuka kesempatan bagi siswa untuk mengeksplorasi dirinya lebih jauh. Ada banyak pengalaman yang bakal bereka dapatkan mengingat kelas-kelas seperti ini memakai metoda pengajaran yang berbeda dengan kelas reguler seperti gurunya yang berbahasa inggris, buku-buku dan fasilitas internet. Tapi apakah semua siswa akan sanggup? Berapa persen siswa yang sebenarnya betul-betul ingin berada di kelas ini?

Fenomena percepatan pendidikan dan peningkatan muatan kurikulum segera diikuti dengan menjamurnya Lembaga Bimbingan Belajar (Bimbel) hingga ke kota kecamatan. Siswa berlomba-lomba untuk mencari sarana belajar tambahan untuk mendongkrak prestasinya di sekolah. Sebagian ada yang berpikir kalau mereka tidak ikut Bimbel, berarti ga keren, bisa ketinggalan di sekolah. Lembaga Bimbel pun dengan jeli mempromosikan berbagai keunggulan bila belajar di tempat mereka seperti rumus-rumus praktis, prediksi soal ujian hingga bantuan mengerjakan PR.

Seperti semua kebijakan lainnya, sebaik apapun itu pasti akan menimbulkan efek samping yang bisa jadi tidak kita inginkan. Intinya haruslah ada pengelolaan secara bijak mulai dari sosialisasi sampai evaluasinya. Lebih utama lagi tentunya perbaikan tentang paradigma apa sebetulnya pendidikan itu.

Mari kita melihat sekilas ke luar negeri. Di jerman, muatan kurikulum pendidikan untuk sekolah dasarnya tidaklah berat. Siswa kelas 3 sekolah dasar di sana hanya diwajibkan untuk menguasai perhitungan yang jumlah bilangan akhirnya tidak lebih dari seratus. Kalau mereka sudah paham, itu sudah cukup. Hal yang paling fokus di pendidikan dasar di sana adalah implementasi nilai-nilai dan cara bersikap dalam pergaulan sosial seperti kejujuran, saling menolong, cara mengemukakan pendapat, menghargai lingkungan hidup, fasilitas umum dan bersosialisasi. Sejalan dalam masa 3 tahun tersebut, guru-guru mereka mengawasi siswa dengan seksama untuk mengetahui perkembangan dan kecerdasan seperti apa yang paling menonjol dimiliki oleh siswa tersebut. Ketika mereka melanjutkan ke sekolah menengah pertama, masing-masing siswa akan mendapatkan rekomendasi dari gurunya tentang bakat apa yang menonjol dalam diri siswa tersebut. Kemudian setiap siswa langsung diarahkan untuk mengembangkan kecerdasan yang sesuai dengan bakatnya.

Para pendidik di Jerman sadar betul bahwa intelegensi manusia berbeda-beda. Ada yang memang cerdas dalam penalaran dan logika seperti Stephen Hawking si Lucasian Prof. of Mathematic yang menemukan teori big-bang, ada yang cerdas dalam hal seni seperti Wolfgang Amadeus Mozart dan Chopin, ada yang cerdas dalam bidang olahraga seperti Michael Jordan yang bisa air walk selama 8 detik. Kalau guru sudah bisa mengidentifikasinya, maka siswa tinggal mengasah kecerdasan mereka itu agar bersinar lebih cemerlang.

Pemerataan pendidikan juga dipertahankan di Jerman. Penduduk Munchen misalnya, tidak boleh bersekolah ke luar Munchen karena rayon sekolahnya adalah di Munchen. Sistem rayon ini berlaku hingga ke perguruna tinggi. Dengan demikian, tiap daerah dengan universitas masing-masing dijamin memiliki SDM yang sejajar. Apalagi mereka yang kuliah sudah mengambil bidang yang memang sesuai dengan bakatnya sehingga tidak ada masalah ketika dosen mengembangkan dan membebankan mereka dengan materi-materi yang sangat padat sebab memang itulah yang mereka cari. Itulah mengapa kuliah S1 dan S2 di jerman sangat berat di bandingkan Negara lain.

Mari kembali ke Negara kita. Keberadaan kelas-kelas percepatan dan sejenisnya mungkin saja akan menimbulkan kesenjangan sosial bagi siswa yang tidak masuk kelas tersebut. Mereka bisa saja memandang perhatian guru berat sebelah, merasa dianak-tirikan dan selalu jadi nomor dua. Padahal bisa jadi kecerdasan mereka bukanlah matematika atau fisika. Tidak jarang mereka akan melakukan hal-hal tertentu untuk mendapatkan kembali perhatian gurunya. Mujur kalau cara mereka mencari perhatian dalam bentuk yang positif. Jika tidak? Munculah tawuran, narkoba, vandalisme, kelas-isme diikuti  isme-isme yang lain.

Selayaknya guru-guru di lingkungan seperti ini mendapat perhatian lebih, yaitu guru-guru yang bisa meredam semua -isme dikelasl non-unggulan tadi. Jarang sekali orang yang bisa misalnya, mendidik siswa yang kekurangan sampai sukses seperti Ibu Muslimah Hafsari, menenangkan siswa yang cendrung nakal, mengarahkan siswa yang masih mencari jati diri dan kecerdasannya bahkan menghadapi acungan golok dari orang tua siswa di sekolah-sekolah pinggiran yang marah saat menerima rapor karena nilai anaknya cabe semua. Sungguh jarang. Jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan guru-guru yang sukses mengajar siswa yang punya fasilitas lengkap, “patuh-patuh”, nurut, mikul nuwun mendem jero serta cerdas secara matematikanya.
Kemunculan Lembaga Bimbel tentu saja sangat positif karena bisa membuka lapangan pekerjaan baru sekaligus membantu siswa yang ingin belajar lebih baik. Sayangnya tidak jarang di alam bawah sadar siswa terbentuk pemikiran lain. Pemikiran bahwa dengan masuk bimbel mereka pasti mendapat nilai baik, punya rumus-rumus praktis untuk menyelesaikan soal dan merasa lebih tinggi dari siswa non-bimbel. Sebagai pengajar bimbel saya sendiri menyadari satu hal lain; siswa beranggapan bahwa mereka harus mendapatkan sesuatu yang lebih dari tentornya karena mereka sudah membayar untuk itu. Tentor lebih dihargai daripada guru-guru mereka di sekolah karena tentor dianggap lebih baik dalam hal mengajar serta mau membantu penyelesaian tugas rumah mereka. Jelasnya, ini adalah pemikiran yang tidak menghargai proses, terlalu fokus kepada hasil sehingga tidak siap ketika menghadapi kondisi yang tidak ideal dikemudian hari.

Hidup tidak selalu mudah dan mulus, tapi perjuangan untuk menghadapinya adalah kesuksesan yang sering terlupakan. Kesuksesan bukan hanya matematika saja, bukan hanya materi saja.
Read more

0 Aksi sederhana untuk mengatasi pemanasan global


KTT untuk  perubahan iklim di Kopenhagen yang baru saja berakhir masih menjadi pusat perhatian masyarakat dunia. Harapan mereka tertuju pada komitmen negara-negara maju untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari industri, terutama Amerika Serikat dan China. Kedua negara ini disinyalir menyumbang emisi gas karbon dioksida (CO2) dalam jumlah besar, apalagi Amerika Serikat yang tidak terkait dengan protokol Kyoto. Tanpa ada komitmen yang mengikat, tidak akan ada jaminan kedua negara itu mentaati hasil-hasil KTT kali ini. Padahal emisi gas karbon terus berlanjut, pemanasan global, pengasaman laut, mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan, penurunan keanekaragaman hayati hingga akhirnya penurunan kualitas kehidupan di Planet Bumi.
Mari  kita pikirkan sejenak apa yang dapat kita lakukan untuk membantu menyukseskan semangat KTT perubahan iklim yaitu menyelamatkan dunia dari emisi CO2 beserta segala dampak buruknya. Hal pertama yang dibutuhkan masyarakat dunia adalah kepedulian terhadap lingkungan sehingga mereka mau menjadi pionir.
Hal kedua barulah pengetahuan tentang bagaimana bertingkah laku yang baik dan ramah terhadap lingkungan tersebut. Tiga hal sederhana yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan lingkungan dari perubahan iklim adalah:
1.      Menggunakan kendaraan bermotor seperlunya
Kendaraan bermotor seperti mobil dan sepeda motor mengemisikan gas CO2 sebagai asap sisa pembakaran. Gunakanlah saat benar-benar perlu saja, dengan demikian kita telah ikut membantu mengurangi polusi gas CO2.

2.      Gunakan Air Conditioner (AC) sesedikit mungkin
Penting untuk kita ketahui, AC sebenarnya adalah mesin pembuat panas. Alat ini mengambil panas dari dalam ruangan dan membuangnya ke lingkungan, dalam hal ini adalah udara bebas. Sumbangan panasnya bertambah akibat penggunaan arus listrik yang besar dari pembangkit listrik sementara kebanyakan pembangkit listrik itu sendiri menggunakan bahan bakar fosil. Jadilah panas yang disumbangkan berlipat ganda dibandingkan hawa sejuk yang diberikan untuk satu ruangan.

Ironisnya, pemborosan penggunaan AC paling banyak terjadi di instansi-instansi pemerintah. Seringkali AC dibiarkan tetap hidup merajalela siang dan malam padahal pemimimpin negara ini telah berjuang bersama Uni Eropa melobi untuk negara-negara maju di Kopenhagen.

Sebuah contoh yang baik pernah ditampilkan oleh Junichiro Koizumi saat masih menjadi perdana menteri Jepang. Dia mengeluarkan himbauan kepada seluruh masyarakat Jepang untuk menyesuaikan pakaian kerja mereka dengan musim. Saat musim panas gunakan kemeja tipis tanpa jas dalam ruangan. Sedangkan jika musim gugur dan musim dingin gunakan baju yang tebal dan hangat selama berada di kantor. Dengan cara ini, kerja pendingin atau pemanas ruangan tidak akan terlalu ekstrim sebab telah dibantu oleh pakaian. Himbauan ini mendapat sambutan luar biasa oleh warga Jepang apalagi Koizumi sendiri langsung mempraktekan himbauan tersebut di kantornya.

3.      Hematlah listrik
Ini adalah kelanjutan dari penghematan pemakaian AC. Gunakan listrik sehemat mungkin, untuk yang perlu-perlu saja. Cabut kabel listrik dari colokannya jika tidak digunakan lagi. Untuk anda ketahui, meskipun tidak digunakan, kabel listrik yang dibiarkan berada di colokan tetap mengkonsumsi sedikit arus dari PLN.

Ketiga hal di atas memang kelihatan sederhana, jika dilakukan oleh satu orang berarti kepedulian, dilakukan banyak orang berarti penghematan tapi jika dilakukan oleh seluruh penghuni bumi bisa berarti penyelamatan global. Semoga ketiga hal tersebut juga dilakukan oleh para demonstran KTT perubahan iklim di Kopenhagen.
Read more

Delete this element to display blogger navbar

 
© The Viko's Emporium | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger