Featured

Diberdayakan oleh Blogger.

2 Segitiga Takmungkin


Meskipun tidak akan dipusingkan dengan segala macam urusan administrasi  seperti di Indonesia, tapi saya tetap bertanya-tanya dalam hati, bagaimana 3 orang Professor yang merupakan dedengkot dalam bidang ilmunya masing-masing akan bisa bekerja sama secara baik dan seimbang demi menghantarkan saya menyematkan D dan r di depan nama yang sudah diberikan orang tua. Terbiasa dengan dua pembimbing selama di Universitas Andalas, akan bagaimana jadinya nanti bekerja di bawah arahan 3 orang pria yang dalam pandangan realita saya merupakan manifestasi segitiga tak mungkin (Impossible Triangle).

1. Professor Michio Matsumura.

Merupakan pembimbing utama, orang yang telah memberikan selembar surat berlambang Osaka University di atasnya, dengan kalimat pembuka to “Whom it may Concern”. Surat berharga ini telah menghantarakan saya menjadi penerima Beasiswa Unggulan gelombang pertama. Beliau adalah Direktur Research Center for Solar Energy Chemistry di Osaka University. Hampir setiap orang yang saya ajak bicara di kampus mengatakan bahwa beliau adalah orang yang baik. Memang benar. Siapapun akan terkejut waktu saya ceritakan bahwa 3 hari pertama berada di Osaka beliaulah yang mengantarkan saya kemana-mana dengan mobilnya untuk menyelesaikan pengurusan Alien Card di City Hall, membuka rekening Bank di Sumitomo Mitsui Banking Corporation, serta mengurus pelaporan ke Student Office. Beliau juga suka mengingatkan tentang makanan halal dan haram serta waktu dan tempat untuk shalat lima waktu. Walau sedang diskusi sekalipun , beliau akan mempersilahkan mengerjakan shalat selama yang kita mau. Andai saja dia masuk Islam.

Orangnya juga suka bercanda, senang menyapa, dan yang penting, tidak pelit. Utnuk ukuran Professor Jepang, kakek yang satu ini tergolong santai. Beliau tidak memasang target apa-apa pada studennya, pulang dari lab boleh jam 5 sore serta presentasi progress report cukup 2 kali setahun saja. Mau tamat..? 1 publikasi internasional sudah lebih dari cukup. Tapi anehnya, meski tidak ketat terhadap mahasiswanya, publikasi beliau selalu kosntan. Relasi hingga mantan mahasiswanya membentang dari jepang, Malaysia, Indonesia, Vietnam, Kore, China, India, terus ke Inggris dan Jerman. Beliau juga sangat terkenal di kalangan Industri Jepang. Setiap hari selalu saja ada pihak perusahaan yang datang bertamu dengan sekantong besar Cake di tangan mereka. Kalau sudah begini, ruang makan pada saat lunch time pasti dipenuhi kue-kue mahal ala Paris. Hhhh tapi sayang , sedikit yang halal untuk dimakan. Sekali waktu beliau memberi tahu saya bahwa kue yang sedang terhidang di meja hanya terbuat dari telur dan tepung. Kue khas warisan Portugis yang hanya ada sekali setahun itupun saya cicipi sepotong dengan sukses. Ketika semua member sudah kembali bekerja, saya balik lagi keruang makan untuk menebus kekesalan saya pada kue-kue lainnya dengan menghajar 3 potong kue langka tersebut. Ahh sedapp.

Ciri khas keberadaan beliau di lab adalah, minum kopi pahit 3 kali sehari.

Matsumura sensei, pakar thin film solar cell dan reaksi konversi gas karbon monoksida, menempati sudut pertama pada segitiga ini.

2. Professor Tatsuki kitayama

Dialah orang yang membuat saya merasa bahwa pembimbing saya seperti nya akan main jungkat-jungkit. Berada pada sisi yang berlawanan dengan Matsumura sensei, pakar sintesis polimer ini adalah tipe orang yang serius, hanya membicarakan pekerjaan dan tidak suka berbasa-basi. Wajahnya menunjukan bahwa dia adalah orang baik, tapi mungkin karena lama di Amerika membuat keramah-tamahan ala Jepangnya menguap ketika menyeberangi lautan Pasifik. Sikap cueknya sukses dibayar dengan tunai oleh kejeniusannya dalam Kimia Polimer. Sampai hari ini saya masih being impressed oleh kefasihanyya “menyanyikan” buku “An Introduction to Polymer Science” karangan Hans Georg Elias (Wiley Publisher, 2005) mulai dai bab satu sampai tiga. Sementara saya yang sudah belajar habis-habisan selama 3 minggu hanya bisa memahami judul tiap Babnya saja. Anggota aktif IUPAC dan penyusun Compendium of Polymer Terminology and Nomenclature, an IUPAC Recommendation 1998 ini, sejak 2004 telah secara konstan menampilkan namanya di jurnal-jurnal bergengsi dunia. Jangan tanya saya dia makan apa, karena saya sendiri curiga kalau dia memiliki Ilmu dari salah satu cabang perguruan silat di Indonesia, Panca daya. Pasalnya, dengan hanya memperlihatkan judul paper terbaru tentang polimer, dengan American Englishnya yang fasih dia akan bilang, Nothing special about this article because bla-bla,xxxxx,#$%^&*(Y^($#@. Dilain kesempatan dia akan bilang, ohh I know him. He was…..xxxxx@$%%T^^*(%$. Saya jadi penasaran apa yang tidak diketahuinya tentang polimer. ????

Sejauh ini, satu-satunya hal menarik dari mengunjungi Lab Kitayama sensei ada di dekat pintu masuk kantornya. Yupp, sekretarisnya. Hihihi,…jangan mesum dulu. Memang sih orangnya cantikkkkkk, tapi lebih dari itu, Ms. Hiroko Motomura sangat ramah dan bisa berbahasa Indonesia.  Saya penasaran bagaimana beliau bisa betah bekerja dengan sang Professor. Kalau anda? Pasti penasaran dengan wajah nya kan? Okehhh, sebab saya lagi baik, tak bagi fotonya di sini.

Tapi ingat, jangan disalah gunakan ya!!!!

Kitayama sensei, berada di sudut kedua dari segitiga tak mungkin.

3. Professor Toshihiro Ohnishi

Melengkapi sudut terakhir yang dubutuhkan untuk membangun sebuah segitiga, dengan kepribadiannya yang tidak biasa menjadikan gabungan ketiganya sebagai segitiga tak mungkin yang luar biasa. Merupakan adik kelas dari Matsumura sensei, beliau adalah orang yang bahasa Inggris lisannya paling parah. Tapi jangan anggap remeh ya, posisinya di Sumitomo, perusahaan konglomerasi Jepang sangat penting. Satu dari dua orang Fellow Researcher, sekaligus pemegang lisensi organic solar cell tipe sub modul dengan efisiensi tertinggi di dunia sejak tahun 2010. Belum terkalahkan. 

Mungkin karena bekerja di perusahaan, yang diharapkannya setiap kali datang ke lab adalah report. Tidak ada kemajuan pun tidak apa-apa. Yang penting ada report, 2 kali seminggu. Ditekankan juga agar menggunakan bahan kimia sehemat mungkin, padahal member lab. Matsumura sensei  terbiasa bereksperimen sebebasnya karena punya dukungan dana berlimpah . Filamen emas, pakai saja sepuasnya. Plat ITO yang susah didapatkan di Indonesia, potong sesuka hati. Kalau potongannya tidak lurus, buang saja ke tong sampah, ambil yang baru. Hmm jadi ingat riset adik-adik di UNAND.

Ciri khas Ohnishi sensei adalah suka membenturkan kepalanya ke laptop yang sedang menyala (hehe lebih tepatnya menempelkan sihh) seraya mengambil pose sedang tertidur. Ini pertanda kalau beliau sedang berpikir keras untuk memperbaiki kesalahan-kesalahn dalam riset kami. Ciri lainnya, suka berjalan mendekati mahasiswanya yang sedang mengetik di meja masing-masing, setelah dekat, berbalik arah kembali ke ruangannya, lalu balik lagi meja mahasiswa yang lain sambil menggumamkan mantra-mantra solar cell.

Dengan demikian, apa jadinya saya 3 tahun ke depan? Pertanyaan spesifiknya, dapatkah saya memecahkan misteri segitiga tak mungkin  ini sebelum lulus dari Osaka University. Hanya tuhan yang tahu. Saya..? Cukup bilang Ganbarimasu….!!!!

Read more

0 Belum ada judul



Sejauh apapun aq mengayuh sepeda, menelusuri kota metropolitan ini, sebanyak apapun aku makan, menikmati lezatnya hidangan tradisional Negara ini, apapun hiburan yang kubuat, dengan dukungan teknologi bangsa ini, Engkau tahu Ya Allah……, aku tetap kesepian.

Hanya dalam shalat, aku bisa bercerita padaMU bahwa sehebat apaun Negara ini, kampung halamanku tetap kurindukan.
Saat takbir aq bisa menyapaMu dengan takzim, dalam Al-fatihah kita berbasa-basi saling menyampaikan kabar selayaknya kebiasaan di Minangkabau. Lalu aku peluk keagungan ZatMu dengan rukuk, membisikkan bahwa Engkaulah teman yang paling setia. Aku sujud untuk mencium KemuliaanMu Yang Maha Suci dari Pengabaian terhadap ku. Engkau yang selalu ada saat aku ingin mengadu.

HHhhhh, tak ingin kulepaskan ciuman itu. Tapi aku harus duduk bersandar di Maha PerlindunganMu. Meminta kepada keMahapemurahan Mu. Bershalawat kepada kekasihMU. Aku  duduk bersimpuh, menyandarkan bahu kiriku untuk melepaskan lelah dengan keMahalembutan MU. Karena Jalanan di negeri ini sangat hening. Orang –orang terlalu sibuk untuk bekerja. Cuacanya tidak bersahabat.

Hanya dalam shalat Aku bisa begini.  Andai saja Salam itu bukan rukun, tak ingin ku akhiri kebahagiaan di Hadrat qudusMU.
Read more

0 COOL JAPAN

Meskipun judulnya sama dengan salah satu program yang disiarkan oleh NHK World, tapi ini bukan untuk mengulas program inspiratif tersebut. Tulisan ini merangkum beberapa fakta menarik yang saya temukan selama beberapa minggu berada di jepang. Wokehh langsung saja cekidot ke bawah gan.

1. Polisi di Jepang rata-rata sangat luar biasa ramah. Keramah-tamahan adalah main stream attitude di Jepang, tapi siapa sangka hal itu juga berlaku pada polisinya. Setiap pagi dalam perjalanan ke kampus, biasanya korps berseragam hitam ini berjaga di persimpangan jalan. Mereka dengan ramah menyapa pengguna jalan dengan sapaan selamat pagi ala jepang “Ohayou gozaimasu..”. Kerapkali mereka menyetop  mahasiswa asing pengendara sepeda untuk menanyakan apakah sepedanya sudah diregistrasikan atau belum (di Jepang sepeda harus punya nomor registrasi).  Pertanyaan disampaikan dengan ramah, dibarengi dengan nasehat-nasehat agar mereka serius belajar dan sukses membangun Negara. Lebih coolnya lagi, kebanyakan polisi  di sini adalah partu alias partai tua.
Pak Tua yang rajin bekerja
 2. Orang jepang sangat mandiri, mulai dari remaja sampai lansianya. Remaja jepang terbiasa bekerja part time sembari kuliah meskipun masih ada dukungan dana dari orang tuanya. Bagi mereka yang tidak lagi didukung secara financial oleh orang tuanya, uang hasil kerja part time digunakan untuk biaya hidup sehari-hari sementara tuition fee dibayarkan melalui sistem uang pinjaman dari Negara yang dapat dibayar dalam jangka waktu tertentu begitu selesai kuliah. Hal yang paling bertolak belakang dengan Indonesia adalah, mahasiswa baik S1 maupun S2 sudah “pasti akan bekerja di mana” menjelang tamat kuliah. Golongan kakek-nenek (usia 60 ke atas) yang seharusnya leyeh-leyeh di rumah menghabiskan masa pensiun sembari menunggu wisuda terakhir untuk meraih gelar almarhum, malahan bekerja pada bidang-bidang yang seharusnya butuh tenaga ekstra seperti tukang parkir, cleaning service, sopir bus kampus, sopir taxi atau petugas kebersihan. Meski tua, tapi kegesitan mereka dibandingkan dengan pemuda Indonesia tidak berbeda jauh# Hiks, jadi malu sering ketinggalan kalau lagi jalan sama Professor#. Beberapa sumber menyebutkan alasan mereka tetap bekerja meski sudah lanjut usia adalah karena tidak terbiasa hidup santai serta tidak ingin merepotkan anak-anaknya. Parahnya (menurut saya), ketika mereka sudah tidak sanggup lagi bekerja, mereka dimasukkan ke panti jompo karena tidak ada yang akan merawat. Jadilah mereka lapangan kerja permanen bagi para TKI. 
Salah satu Bank terbesar di Jepang
3.  Sistem perbankan di Jepang boleh dibilang lebih syariah dari pada bank syariahnya Indonesia. Hehe. Bank di Jepang tidak menerapkan bunga terhadap uang yang di tabung sehingga juga tidak ada potongan perbulan. Jadi kalau kita menabung seribu yen, uang kita akan tetap seribu yen sampai bertahun-tahun ke depan. Pada bank pemerintah (Japan Post Bank), saldo 0 Yen pun masih akan tetap membuat akun kita aktif (penasarankan mereka dapat untung dari mana?). Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Bank juga tinggi, terbukti dari kehidupan sehari-hari yang hampir sepenuhnya menggunakan jasa bank. Membayar tagihan telepon, air, gas, listrik, asuransi, sewa apartemen, uang kuliah, uang pendaftaran, sampai untuk belanja online. Sistem tanpa bunga ini juga berlaku untuk kartu kredit yang dikeluarkan masing-masing bank. Dengan demikian dapat dikatakan semua penduduk jepang yang sudah “mimpi basah” (hehe) punya rekening bank. Hal ini tentu saja berimbas pada maraknya online shop. Kita bisa belanja hampir semua kebutuhan hidup melalui internet . misalkan anda lagi pengen makan mie instan tapi malas ke supermarket, tinggal order lewat internet, pilih sistem pembayaran ; credit card atau cash on delivery (COD). Yup, tinggal tunggu deh pesanan datang.  Hehe. 
Situs Belanja Online

 4. Akurasi waktu keberangkatan dan kedatangan semua transportasi di Jepang benar-benar tinggi. Sejauh yang saya uji, melesetnya hanya dalam hitungan detik. Mungkin karena di dorong oleh dua faktor; watak orang jepang yang sangat disiplin serta ketergantungan pemerintah terhadap transportasi massal, Mass Rate Transportation (MRT) untuk menghindari kemacetan. Kereta api adalah transportasi utama di Jepang. Ada yang berjalan di rel biasa seperti di Indonesia (harga tiket paling murah), ada yang pada jalur subway (di bawah tanah), ada yang berjalan di udara seolah-olah punya ilmu meringankan tubuh (monorail) serta yang tercepat yaitu shinkansen (konon serasa naik pesawat).  Bahkan meski kereta termurah sekalipun, kenyamanan, kebersihan serta akurasi waktunya tetap super duper baik.  

Hankyu

Monorail

Subway

Dalemannya Shinkansen

Shinkansen 

5. Penduduk jepang sangat toleran terhadap umat beragama. Saya sendiri sering mengalami kejadian sangat mengenakkan ini. Kalau kita ingin makan sesuatu, tinggal tanya member lab. Apakah makanan tersebut mengandung “barang haram” atau tidak. Sering kali mereka secara disiplin mengingatkan, menjaga saat party atau sekedar menemani belanja ke supermarket untuk member petunjuk makanan-makanan produksi jepang yang halal untuk dimakan.
Pernah suatu pagi kami diundang makan oleh Ibu-Ibu pemilik apartemen. Ketika datang, segala jenis makanan enak sudah menanti di meja makan. Bau harum dari masakan jepang yang khas membangkitkan gairah (e,.???). Kami  disuguhkan nasi beserta semangkuk besar hidangan dari daging. Karena ragu itu daging apa, Kamipun bertanya itu daging apa. Pemilik rumah yang sudah tau tentangn pantangan orang islam dengan pedenya menjawab bahwa itu aman, karena dagingnya adalah daging sapi. Kami balik bertanya, daging sapi yang “dihabisi” dengan cara Jepang atau daging Impor. Dannnnn, ternyata itu adalah dagiing sapi yang di habisi dengan cara jepang alias jahiliyah alias tidak disebutkan dulu nama Allah sebelum menyembelihnya. Walhasil, dengan sopan dan penuh dukacita kami jelaskan bahwa kami tidak bisa makan daging tersebut karena alas an tersebut di atas. Reaksi tuan rumah? Beliau membungkuk-bungkuk berulang kali sambil minta maaf karena tidak tau akan hal tersebut. Beliau bercerita bahwa tempo hari ketika menjamu orang islam dari maroko dan Iran, mereka main hantam kromo saja dengan tipe makanan tersebut. Bahkan si Iranian ikut serta minum sake meski tidak makan daging babi. Kami jelaskan dengan penuh khidmat bahwa agama islam yang aslinya ya seperti ini. Mungkin orang-orang tersebut kurang teguh menjaga prinsipnya. Ehhh si Ibu-Ibu malah bilang, sughoiiii,sughoiiii (hebat, bagussss)….ya. dengan bersemangat beliau memasak makanan baru dari telur dan ikan tanpa lupa menggosipkan tentang si iran dan si maroko. Kamipun menunggu dalam lapar. 

Sushi

Takoyaki 
6. Sebetulnya kita tidak perlu cemas mencari makanan halal di jepang. Bahkan sebenarnya kita bisa menikmati kuliner jepang dengan aman. Professor saya yang sangat baik hati pernah bercerita, bahwa makanan asli jepang tidak mengenal yang namanaya daging babi. Bahkan aslinya mereka tidak makan daging baik sapi, ayam apalagi babi. Traditional cuisine jepang hanya mengenal ikan sebagai lauknya. Itupun tidak digoreng. Ditreatment secara khusus (sehingga waktu dihidangkan tidak anyir dan berdarah), paling banter ya di panaskan sedikit. Kalaupun digoreng biasanya memakai minyak kedelai atau vegetables oil. Rasanya? Uenaaakkkkkkkkkk tenan. Daging sapi, ayam dan babi adalah pengaruh budaya dari luar Jepang. Saya pribadi sangat menyukai makanan asli jepang. Rasanya fresh, tanpa bumbu-bumbu isntan, menggunakan rempah-rempah dan daun-daunan segar semata. Saya paling menyukai sushi, sashimi, shisyoma, udon, soba takoyaki dan kuenya doraemon (dorayaki).

Kenyataanya, jepang memang cool~dinginnn…brrrr. Sekian dulu ya, nanti disambung lagi. Waktunya mengeram di dalam futon. Jya, Oyasumi…
Read more

0 Visi Imperium Indonesia

Postingan kali ini bukan tulisan hasil karya saya sendiri, tapi copas dari tetangga sebelah. Tapi jangan khawatir, saya tetap menyertakan sumbernya. Saya sangat menyukai visi dan fakta-fakta dalam tulisan ini. sangat baik untuk suplemen semangat bagi mereka yang sedang studi. okeh.. selamat menikmati.






Pemuda Indonesia Pada 80
Tahun “Sumpah Pemuda”
28 Oktober 1908 – 28
Oktober 2008
Oleh : Ishadi,
SK*

Jumat pagi
tanggal 18 Juli lalu saya berkesempatan breakfast meeting dengan Prof. Yohanes Surya Ph.D., yang memperkenalkan
program Tim Olympiade Fisika Indonesia (TOFI), sebuah usaha untuk menetaskan
juara fisika, di panggung dunia. Usahanya didorong obsesi untuk suatu ketika
tampil seorang pemenang Nobel Fisika dari Indonesia.

Bukan hanya mimpi, karena seorang mahasiswa
jurusan Fisika ITB, Anike Nelce Bowaire (dari Papua
; red), memperoleh penghargaan First to Nobel Prize in Physic 2005 dalam
Kejuraan Fisika Dunia di Amerika. Anike sekarang belajar di MIT –
Massachusetts Institute Of Technology di A.S., Universitas
yang melahirkan paling banyak pemenang Nobel dunia. Anike adalah anak didik
Prof. Dr. Yohanes yang mengikuti Program Olympiade Fisika Nasional sebuah
program pelatihan khusus untuk anak-anak berbakat di Indonesia.

Menurut dia,
Indonesia memerlukan paling tidak 10,000 orang yang memiliki keahlian “advance
In science and technology” sebagai persyaratan dasar sebuah bangsa untuk
mengembangkan diri sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia. Sekarang ini baru
sekitar 100 orang yang tercatat memiliki keahlian dibidang itu, padahal
berdasarkan uji statistik rata rata terdapat seorang genius diantara setiap
10.000 orang di dunia. Karena Indonesia berpenduduk
230 juta secara teoritis paling tidak seharusnya terdapat 230,000 orang
jenius di Indonesia! Sebuah potensi besar untuk menemukan para
ahli di bidang “Advance Science and Technology”.

Kejeniusan seseorang diukur tingkat IQ-nya
yang minimal 140, dan tidak mempunyai korelasi dengan standard gizi yang
dikonsumsi sehari-hari. Jenius adalah sebuah bakat alam yang ada sejak
dilahirkan. Masalahnya adalah sebagian terbesar anak-anak jenius ini tidak
diolah, dilatih dan dididik secara proper. Jenius hanyalah potensi
dasar.

Sebagai contoh,
bulan September 2004, Andrey Awoitau, murid SMP
kelas 1 di Papua ditemukan mempunyai bakat jenius. Oleh Prof. Yohanes,
kemudian mebawanya ke Jakarta. Setelah dilatih secara khusus selama 8 bulan,
Andrey diikutkan pada kompetisi Olympiade Matematika Indonesia dan memperoleh
Medali Perak. Delapan bulan berikutnya lewat berbagai pelatihan lanjutan, Andrey
memperoleh Medali Emas dengan mengalahkan Ivan Christanto – Juara Dunia
Olympiade Matematika.

Bulan Agustus
2005, Prof. Yohanes melakukan penelitian acak diantara 27 SMU Negeri dan 17 SMU
Swasta di Jakarta. Hasilnya dari 1,500 siswa yang
diteliti, 300 siswa mempunyai IQ 140, dari jumlah itu 44 siswa memiliki IQ 150 –
melewati tingkat jenius. Ahli fisika dunia Albert Einstein penemu teori
relativitas memiliki IQ 150. Sedangkan Prof. Dr. Wiryono Karyo, Sekjen Departmen
Energi dan Sumber Daya Mineral mempunyai IQ 170.

Bulan November 2005, Prof. Yohanes lewat
penelitian lain terhadap 400 siswa SMA kelas 1 Kabupaten Toba, Samosir, menemukan 6 orang dengan IQ 150 – super jenius.
Sejak program TOFI (Tim Olympiade Fisika Indonesia) diluncurkan tahun 1993,
pelajar binaannya sudah merebut 54 medali emas, 33 medali perak dan 42 medali
perunggu di berbagai kompetisi Matematika/Fisika
Internasional.

Jumlah ini
bertambah ketika 3 minggu lalu TOFI memperoleh 2 medali Emas, 2 medali Perak dan
1 medali Perunggu pada International Physics Olympiad ke-39 di Hanoi, Vietnam.
Sebelumnya Kelvin Anggara (SMU Sutomo, Medan) untuk pertama kalinya dalam
sejarah memperoleh medali emas di Olympiade Kimia
Internasional di Budapest (12-21 Januari 2008).

Yang paling
terkenal, Yonatan Mailoa, siswa kelas 3 SMA Penabur BPK (IQ 153) yang
pada bulan Juni 2006, merebut Medali Emas Fisika Dunia, setelah memenangkan
kompetisi yang diikuti oleh 356 peserta dari 85 Negara. Mailoa sekarang
melanjutkan kuliah di MIT – Massachusets Institute Of Technology, A.S. Bulan
Juli 2007, Muhammad Firmansyah Kasim, murid kelas 1
SMU Negri Makasar (IQ 152) memperoleh dua medali emas: masing-masing
untuk kejuaraan Olympiade Asia di China diikuti oleh 80 Negara dan Olympiade
Dunia di Iran yang diikuti oleh 90 Negara.

Prof. Nelson Tansu Ph.D, memperoleh gelar Professor
Fisika pada umur 25 tahun dari Pennsylvania State University, hanya
sepuluh tahun setelah lulus SMU Dr. Sutomo 1 Medan, Nelson menjadi Profesor
termuda dalam sejarah perguruan tinggi di Amerika Serikat. Sementara itu Reza Pradipta berumur 23 tahun saat ini sedang kuliah
untuk memperoleh gelar Doktor Teknologi Nuklir di MIT – salah satu
perguruan Tinggi terbaik didunia.

Kita masih ingat sebuah Majalah Politik
Terkemuka A.S. ”Foreign Policy”, (yang merupakan salah satu majalah jaringan
Group ”Washington Post”,) – edisi Mei 2008, menempatkan Dr. Anis Baswedan yang sekarang Rektor Universitas
Paramadina – sebagai salah satu dari 100 ”World public intelectuals”, sejajar
dengan Al Gore, Noam Chomsky, Francis Fukuyama, Umberto Eco, Lee Kuan Yew,
sejarawan India – Ramachandra Guha dan Penulis Fareed Zakaria.

Bulan April 2004,
pada kejuaraan Fisika antar tujuh universitas paling prestigius didunia –
Harvard University; University of California – Berkeley California; Princeton
University; California Institute of Technology; Stanford University; Bremen
University dan MIT- Massachusetts Institute of Technology keluar sebagai juara
setelah mengumpulkan penghargaan terbanyak. MIT
mengirim 7 orang mahasiswa, 3 diantaranya mahasiswa Indonesia yang sedang
belajar perguruan tinggi tersebut.

Untuk
merealisasikan mimpinya Prof. Yohanes berencana mendirikan paling tidak 10 kelas
super di Indonesia. Masing-masing kelas terdiri dari 20 orang yang dipilih
diantara siswa yang mempunyai IQ diatas 140 dan ditempelkan di SMU unggulan di
Indonesia. Sekarang ini ada satu kelas yang sudah ditempelkan ke SMU 3 Jakarta.
Kalau program ini berjalan baik dipastikan dalam dua tahun, akan lebih banyak
siswa Indonesia yang menjadi juara Olimpiade Asia maupun Dunia.

Tanggal 3 sampai
10 Agustus 2008 di Bali, Indonesia menjadi tuan rumah ”Asian Science Camp”,
ajang pelatihan siswa unggul seluruh Asia. Mereka dilatih oleh enam pemenang hadiah Nobel
diantaranya: Professor Masatoshi Koshiba (2002) Nobel Fisika Jepang, Professor
Yuan Tseh Lee (1986) Nobel Kimia Taiwan, Professor Douglas Osherroff (1996)
Nobel Fisika USA, Professor Richard Robers Erns (1991) Nobel Kimia Switzerland.
Indonesia mengikut sertakan 350 peserta.

Beberapa mantan juara Olyimpiade Fisika yang
telah menjadi peneliti di luar negri menjadi pembicara diantaranya Prof. Nelson
Tansu, Profesor termuda di A.S., Prof Johny
Setiawan yang bekerja di Max Planck Institute for Astronomy –
satu-satunya astronomy non-Jerman di Institute itu –yang menemukan delapan
planet di tata surya lain, tiga diantaranya planet HD 47536c; HD 110014b dan HD
110014c, akan dipublikasikan tahun depan dalam jurnal astronomi, dan Dr. Rizal Fajar satu dari 8 scientist yang merancang dan
menerbangkan ”probe” – laboratorium penelitian angkasa luar A.S., yang berhasil
mendarat di Planet Mars.

Indonesia
nyatanya tidak hanya kaya sumber daya alam (SDA), namun juga sumber daya manusia
(SDM). Mantan Presiden Habibie adalah seorang jenius yang lulus dari Perguruan
Tinggi Rheinisch – Westfalische Technice Hohscule, Achen, Jerman dengan
nilai Summa Cumlaude dibidang ”teknologi pesawat terbang” – Habiebie menjadi
doktor pertama di dunia yang memperoleh Summa Cum-laude di bidang
itu.

Prof. Habibie selama
bermukim di Jerman menjadi warga negara kehormatan negara itu dan menjadi salah
satu Vice President Pabrik Pesawat Terbang MBB – Messerschmitt Bolkow
Blohm. Dialah yang menemukan rumus keretakan pesawat terbang. Penemuan itu
sangat membantu upaya mendisain pesawat penumpang raksasa yang dibuat di pabrik
Boeing maupun Air Bus. Rumus nya dipakai untuk mendisain pesawat Jumbo Boeing
747 dan Boeing 777 serta Air Bus A380.

Temuannya menyebabkan Habibie dikenal sebagai
”Mr. Crakers”. Habibie tahun 1976 merintis pendirian industri penerbangan IPTN
(Industri Pesawat Terbang Nurtanio) di Bandung. Banyak orang muda Indonesia
pintar yang didorong keperluan memperoleh fasilitas labaratorium dan lingkungan
budaya peneliti yang advance terpaksa sementara bermukim di luar
negri.

Ketika IPTN
berhenti mendisain dan memproduksi pesawat, ratusan pegawai ahli yang sebelumnya
belajar di berbagai universitas ternama dunia hengkang ke berbagai negara dan
menjadi tenaga inti diperusahaan yang ditempati. Di Malaysia terdapat 200
karyawan ex IPTN yang menjadi tenaga inti dari Pabrik Komponen Pesawat di negara
itu. Pabrik itu menjadi supplier untuk Air Bus A320, sebagian bahkan di
“forward” ke PT Dirgantara Bandung karena mereka sendiri sudah
“over-load”!

Di pabrik
pesawat Embraer Brazil ada 100 tenaga Teknik Penerbangan Indonesia 5 diantaranya
sudah menjadi tenaga tetap. Di pabrik Lalu, de Havilland, Kanada terdapat 10
orang Teknisi Penerbangan, sementara di Pabrik
Boeing A.S. terdapat 20 orang tenaga teknik Indonesia, termasuk Profesor
Sulaiman Kamil Mantan Direktur Teknologi IPTN. Di Pabrik Pesawat terbang CASA
Spanyol tempat sebagian tenaga IPTN sebelumnya belajar dan dilatih terdapat
seorang Trainer Indonesia Ir. Math. Risdaya Fadil.

Pesawat terbesar didunia Air Bus A380, yang
tahun lalu melakukan penerbangan perdana – didisain oleh ratusan tenaga ahli
dari berbagai negara. Tenaga ahli Indonesia
merupakan kelompok terbanyak yang berasal dari luar Eropah!

Tidak
hanya di Industri Pesawat terbang, di Silicon
Valley pusat ITC termasuk pabrik Microsoft terdapat 100 ahli IT Indonesia yang
bekerja disana. Ahli Indonesia banyak juga
yang bekerja di NASA – National Space and Auronatica di Florida A.S.
Kalau saja kelak iklim riset science sudah lebih kondusif dipastikan ratusan
tenaga ahli Indonesia akan pulang kampung dan bekerja disini. Karena pengalaman
empiris membuktikan orang Indonesia yang merantau tidak betah berlama lama
diluar negri. Bangsa Indonesia bukan bagian dari bangsa yang suka ber migrasi
kenegara lain.

Selain kaya
Sumber Daya Alam Indonesia juga kaya dengan SDM – Sumber Daya Manusia Unggul –
terdiri dari orang orang muda yang cerdas, hebat dan berbakat. Mereka yang akan
membawa Indonesia sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke lima di
dunia setelah Cina, India, Uni Eropah dan A.S. menurut ”Visi Indonesia 2030.
Hidup Pemuda Indonesia.

Sragen, 28
Oktober 2008.*
Ishadi S.K.

Tambahan dari owner Blog ini : 
Di Jepang banyak juga orang indonesia yang terkenal karena prestasi akademisnya. Sebut saja Prof. Ken sutanto, putra Indonesia asal Surabaya yang jadi Guru Besar di Waseda University. Beliau adalah professor multitalent yang memegang gelar Doktor untuk 4 bidang ilmu yang berbeda. 
Penemu code pemrograman teknologi 4G (saya lupa namanya) konon juga berasal dari Indonesia. Sekarang dia sudah membuka usaha sendiri di Jepang dalam bidang Telekomunikasi.


Ganbatte....semuanya...
Read more

0 Ini Bukan Kado Valentine



Ini bukan kado valentine
Tiada cokelat untuk dikirim
Tanpa kado bewarna pink
Ini bukan kado valentine
Hanya rasa yang menulis untuk cinta
Ingin melihatmu tersenyum

Cinta selalu kita rayakan
Cinta kita tak pernah 1 hari saja
Bahkan dalam nafaspun dirimu nyata

Inilah cinta itu..
Semangat yang kau resapkan tiap kali aku lemah
Tangan yang kau ulurkan saatku ingin berdiri
Tawa yang kau hidangkan walau aku sedang duka
Wangi yang kau bawa ke dalam resah yang kuhirup
Nyaman yang kau jaga saat kepalaku dipangkuanmu

Kaulah cinta itu
Sampai disini…

Imajinasi tak lagi dapat menangkapmu
Isyarat terlalu cepat untuk dituliskan
Bahkan huruf pun menjadi beku
Lalu terbenam dalam putihnya salju kelembutanmu
Maka akupun harus diam
Cinta… rasakan saja !!!
Read more

0 Aku Ingin Mencintaimu Dengan Sederhana



Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
Seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan Awan pada hujan menjadikannya tiada
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
Seperti pesan yang dititipkan semilir angin pada senja
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
Seperti beningnya air yang mengalir di pembuluh bumi menuju samudera…
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
Seperti mata yang menatap putih lalu kulitmu tertawa
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
Layaknya malam memeluk kita berdua ke peraduannya
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
Seperti pagi yang selalu mengembalikan Matahari untuk dilihat pemujanya,
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Seperti siang yang tak pernah melepaskan bayang-bayang pemiliknya…

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana..........

Read more

0 Farewell Words


Kupu-kupuku terbang tinggi
Kepak-kan sayapnya
Jauh ke timur angkasa
Membawa terang cahaya cintaku
Dalam setiap desah nafasnya
Tinggalkan kegelapan untuk dihuni
Sendiri……..
Hanya sepi yang menemani pagi
Dan kaca-kaca kenangan yang menggantung
Di jendela hati

Tapi aku tak akan berhenti
Mengejarmu ………..
Harapanku……….
Menunggumu
Karena pasti
Langitku lebih cerah Ketika cintaku di sini lagi.
Read more

0 Endless Love


Jangan pernah tanyakan pada yang lain
Karena mereka akan terdiam…
Jangan mencari lagi kemana-pun!!
Akan sia-sia saja..
Berhentilah di sini..
Di tempatku berdiri
Dengan kamu disampingku
Semua telah sempurna.
Di tanah manapun
 di bumi ini
Kupastikan  tak kan ada lagi
Cinta untuk mu
yang lebih baik dari aku
sebab akulah cinta itu
dan untuk  itulah aku mencintaimu
Read more

0 Inilah Jembatan Antara Sains dan Agama!!

Setelah mencari selama bertahun-tahun, akhirnya bertemu juga dengan titik misterius itu. Inilah jembatan antara ilmu pengetahuan dengan agama:
Setiap benda yang terlihat maupun tidak terlihat, besar maupun kecil, semua yang ada di alam semesta ini terdiri dari atom, atom di susun oleh proton, neutron dan electron atau disebut partikel subatomic. Penelitian lebih lanjut menyebutkan bahwa partikel subatomic ternyata juga terdiri dari partikel lebih kecil seperti kuark, gluon, lepton, dan neutrino. Dan ternyata, mereka-mereka ini disusun lagi oleh sesuatu yang sudah tidak dapat dibagi lagi, bentuk energi kecerdasan yang hidup, terus bervibrasi tanpa henti yang disebut sebagai kuanta. Kuanta adalah istilah yang digunakan oleh Max Planck pertama kali saat dia menjelaskan teori rambatan energi cahaya yang bersifat diskret (tidak kontinu) melainkan terpaket-paket (kuanta). 

Kecanggihan teknologi saat ini telah memungkinkan orang untuk mempelajari perilaku kuanta lebih jauh. Dia adalah dasar bagi semua yang ada di alam semesta, pembentuk bagi yang hidup dan kasat mata walaupun kuanta itu sendiri tidak terlihat. Saya, anda, komputer ini dan semua lainnya yang ada di semesta, kasat mata atau tidak, berat-ringan, besar-kecil, dekat-jauh, semuanya tersusun atas kuanta yang sama. Ini adalah theory of everything bagi ilmu fisika. Hakikat semua yang ada, tubuh sejati manusia yang jauh lebih berharga dan mulia dari sekedar fisik. Inilah satu persen nikmat yang dititipkan tuhan ke alam semesta, sementara 99 persen lainnya disimpan di surga.

Sesungguhnya Aku mempunyai seratus nikmat, 1% nikmatku aku turunkan ke dunia sedangkan 99% lainnya Aku simpan di dalam surga. 1% nikmat itulah yang diperebutkan oleh semua makhluk di dunia. (Hadist Qudsi)

Kuanta memiliki kecerdasan karena dapat merespon vibrasi lain yang dipancarkan kepadanya sesuai hukum tarik-menarik (law of attraction). Jika anda menginginkan sesuatu secara fokus, itu berarti anda (sebagai kuanta) sedang mengirimkan sinyal-sinyal, getaran kehendak ke seluruh semesta. Maka kuanta di alam semesta akan meresponnya dengan cepat. Mereka akan bekerjasama mewujudkan apa yang anda inginkan itu. Seberapa cepat keinginan itu terwujud, tergantung seberapa kuat fokus anda (baca:yakin) bahwa keinginan itu bisa terwujud. Kuanta juga mengikuti hukum non lokalitas, tidak terkurung oleh tempat serta tidak mengikuti waktu. Dia ada di sini dan di mana-mana. Jamak dalam satu kesatuan, satu untuk semua keberadaan. Sama seperti cahaya matahari  yang ada di teras rumah anda dengan yang ada di lapangan terbuka, keduanya saling terhubung dan beinteraksi.

Sebagai energi, kuanta adalah bentuk sejati semua energi yang kita ketahui saat ini. Jika anda membayangkan energi nuklir mampu meluluh lantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki dalam sekejap, maka energi nuklir yang berasal dari tumbukan atau pembelahan partikel sub atom itu tentu saja masih kalah jauh kuatnya jika dibandingkan dengan energi kuanta yang merupakan penyusun proton, neutron dan electron. Kuanta mampu mempengaruhi tidak hanya tubuh fisik, tetapi juga tubuh halus manusia sehingga merusaknya seumur hidup. Itulah kenapa luka akibat fitnah seseorang terasa sangat menyakitkan bertahun-tahun jika dibandingkan dengan Luka yang disebabkan oleh pisau pada jari yang dapat sembuh dalam seminggu. Karena fitnah merusak jiwa (kuanta) manusia.

Ada banyak kalimat yang digunakan para motivator, penceramah, guru untuk menjelaskan tentang kekuatan pikiran dan perasaaan. Pada umunya disebut sebagai positive thinking.(to be continued).

Read more

0 (Research Plan) : Utilization of New Polymer and Optimization Processing for Organic Solar Cell to Reach Power Conversion Efficiency Beyond 10%

Background and Statement of Research
ARTICLE IN
Organic solar cells belong to the class of photovoltaic cells known as excitonic solar cells, which are characterized by strongly bound electron–hole pairs (excitons) that are formed after excitation with light. Strongly bound excitons exist in these materials as a consequence of the low dielectric constants in the organic components, which are insufficient to affect direct electron–hole dissociation, as is found in their high dielectric inorganic counterparts. In excitonic solar cells, exciton dissociation occurs almost exclusively at the interface between two materials of differing electron affinities (and/or ionization potentials): the electron donor (or simply donor) and the electron acceptor (or simply acceptor). To generate an effective photocurrent in these organic solar cells, an appropriate donor–acceptor pair and device architecture must be selected.
In the more than 20 years since the seminal work of Tang (1986), organic solar cells have undergone a gradual evolution that has led to energy conversion efficiencies of about 5%.

 Two main approaches have been explored in the effort to develop viable devices: the donor–acceptor bi-layer, commonly achieved by vacuum deposition of molecular components, and the so-called bulk heterojunction (BHJ), which is represented in the ideal case as a bi-continuous composite of donor and acceptor phases, hereby maximizing the all-important interfacial area between the donors and acceptors. Polymer-based photovoltaic systems which can be processed in solutions, and which generally take the form of BHJ devices, most closely conform to the ultimate vision of organic solar cells as low-cost, light weight, and flexible devices. The real advantage of these BHJ devices, which can be processed in solution, over vacuum deposition is the ability to process the composite active layer from solution in a single step, by using a variety of techniques that range from inkjet printing to spin coating and roller casting.

However, regardless of the method of preparation, one feature that extends across all classes of organic solar cells is the almost ubiquitous use of fullerenes as the electron accepting component. The high electron affinity and superior ability to transport charge make fullerenes the best acceptor component currently available for these devices. The state-of-the-art in the field of organic photovoltaics is currently represented by BHJ solar cells based on poly(3-hexylthiophene) (P3HT) and the fullerene derivative [6,6]- phenyl-C61-butyric acid methyl ester (PCBM), with reproducible efficiencies approaching 5%. The widely used conjugated polymers in these bulk heterojunction solar cells are poly[2-methoxy-5-(30,70- imethyloctyloxy)-1, 4-phenylene vinylene] (MDMO-PPV) and regioregular poly(3- hexylthiophene) (P3HT) because of their relatively high hole mobility and strong light absorption. Fullerene (C60) and its derivatives have been used as effective electron acceptors, which are either blended with conjugated polymers or used as an electron acceptor layer. Ultra-fast electron transfer from conjugated polymers in their photoexcited states to C60 results in a very efficient charge separation. To attain efficiencies approaching 10% in such organic solar cells, much effort is required to understand the fundamental electronic interaction between the polymeric donors and the fullerene acceptors as well as the complex interplay of device architecture, morphology, processing, and the fundamental electronic Processes.

In the past 10 to 15 years there has been intense research focused on the optimization of polymer-based solar cells. The approach to improve device efficiency has involved varying numerous parameters such as the choice of donor and acceptor, donor : acceptor ratio, choice of casting solvent(s),and annealing treatments. In contrast to this, one of the main advantages of using block copolymers as solar cell materials is that they would not require a combinatorial screening approach to fully optimize their device efficiencies. Careful planning and judicious choice of the structure at the outset would help to target a particular donor–acceptor domain size, the type of morphology and the interfacial width between the two components. Block copolymers will proceed to the microphase-separated equilibrium structure regardless of the casting solvent (as long as the solvent is nonselective) and numerous other processing parameters.

The drive to use block copolymers in organic solar cells is mainly due to their equilibrium structure on a well-defined length scale. Ideally, the processing of the active OPV layer needs to be simple and rapid, so that it is compatible with existing roll to-roll (R2R) technology akin to the manufacture of conventional polymer films that have also recently been demonstrated for solar cell blend manufacture.

Whatever method chosen, one of the most important parameters remains the size of the domain. Work with blends has shown that domain sizes should be slightly greater than the exciton diffusion length, so as to obtain the most efficient balance between the process of charge formation from excitons, and charge transport with minimal losses by recombination. A comparable balance is required when dealing with block copolymers. The domain size needs to be exactly of the right size for the efficiency to be maximized. Too small, and charge recombination is favored, too large, and the interfacial density is too low to collect excitons and form charges. Fortunately, this can be managed by carefully adjusting the size of the polymer backbone.

Objective/motivation
To prepare a new active conjugated polymer as an electron donor layer for organic solar cell, improve donor-acceptor blend, adjust morphology and structure, all in order to provide well defined pathways for electron-hole mobility. The aimed polymer should improve Power Conversion Efficiency of organic solar cell up to more than 10% and give the solar cell 10 years life time in order to reach market interest.

Method
To achieve the objectives, the study will be conducted as follows: (a). Literature Review, in order to understand the recent advancement in Polymer synthesis and organic solar cell processing. (b). Preparation of new polymer base on benzothiadiazole derivate. To date, one of the most efficient example of a low-bandgap polymer for use in solar cells is poly[{2,6-(4,4-bis(2-ethylhexyl)-4H-cyclopenta[2,1-b;3,4-b’]dithiophene}-alt-{4,7-(2,1,3-benzothiadiazole)}. This polymer has measured optical band gap of about 1.45 eV, and in a 1:1 blend with PCBM shows a power conversion efficiency of 2.7% and a Voc value of 0.65 V, with a peak EQE value of about 30% and photocurrent production at wavelengths longer than 900 nm. The excellent performance of such polymer can be attributed to a broad absorption spectrum and high mobility of the charge carriers (2 K 10-2 cm2V-1 s-1 in Field Effect Transistor (FETs)). The ability to achieve efficiencies approaching 3% in a 1:1 blend with PCBM correlates with the superior miscibility of the polymer with PCBM relative to other donor–acceptor polymers.

Preparation of new poly-benzothiadiazole derivate base solution is planned by using Suzuki coupling reaction. P3HT/bisPCBM are expected as electron acceptor layer rather than P3HT/PCBM. Such fullerene bis-adducts has recently known as brought significant efficiency increase for P3HT due to and open circuit voltage increase. Similar increase is expected for the high performance donor polymer benzothiadiazole derivate as mentioned above. 
Figure 1. bis-derivative [6,6]- phenyl-C61-butyric acid methyl ester (PCBM)

The molecular weights are measured by GPC. All the solar cells will be fabricated on indium-tin-oxide (ITO) pattern glass substrates with an active area of 2.2 mm2. The ITO-pattern glass substrates are sequentially washed with deionized water, propan-2-ol, acetone, and then treated with ozone gas under UV light.

Poly(3,4-ethylenedioxythiophene): poly(styrenesulfonate) (PEDOT: PSS, Bayer AG ) as a buffer layer is spin coated on the top of ITO substrate. The thickness of the PEDOT: PSS film (PEDOT film) is controlled to be about 50nm. The PEDOT film is first baked at about 200 oC for about 10 min in air, and then baked under a vacuum at 80 oC for about 30 min to remove the water. The poly benzothiadiazole derivate solution is spin coated on the top of the PEDOT layer to form an active layer. A P3HT/bis-PCBM layer is then deposited under a vacuum and used as an electron acceptor layer. Finally, a silver layer of about 50 nm is deposited under vacuum. A typical heterojunction solar cell had a structure of class /ITO/PEDOT (50 nm)/polymer/P3HT/(bisPCBM) (30 nm)/Ag (50 nm).

Current–voltage (I–V) characteristics of the solar cells are measured in air with a source meter (Keithley, SMU 2400) under simulated AM1.5 irradiation (100 mW/cm2) from a solar simulator (WACOM, WXS-85-H). Photocurrent action spectra of the photocurrents are measured with a lock-in amplifier (NF Circuit Block, LI-573) under irradiation of monochromatic light chopped at a frequency of 400 Hz. UV–Vis absorption spectra of the copolymer films are recorded on a Shimadzu Multispec 1500 spectrophotometer. The differential scanning calorimetry (DSC) measurement is carried out using DSC3100SA (Bruker AXS) at a scanning rate of 5 1 C/min in nitrogen. The ionization potentials of the copolymer and P3HT/bis-PCBM are measured by a photoelectron spectrometer (Riken Keiki,AC-1) and the electron affinities are determined by combination of photoelectron spectroscopy and UV–vis absorption spectroscopy. Morphology of the active layers is characterized by using Scanning Electron Microscopy (SEM) while the layer’s cross-section is observed by using Tunneling Electron Microscopy (TEM). All the other measurements are carried out in air at room temperature.

Lifetime testing
In order for organic solar cells to fully mature from research and development into cost effective products, continuous improvement in efficiency and stability must be achieved. It is clear that the organic semiconductors and electrode materials used so far are susceptible to oxygen and moisture. To reduce the degradation of the active layer, oxygen and water vapor barrier coatings become a necessity.

Accelerated lifetime testing of the device encapsulated with super barrier films with WVTR of 0.2 g m-2 d-1 at 65 ° C/85% relative humidity (rh). The barrier films are characterized using electrical calcium tests and lifetime of OPV cells under accelerated conditions are correlated to the WVTR. The OPV cells are exposed to 65 ° C/85% rh (damp heat and dark), 65 ° C (high temperature, dark) and 65 ° C/1 sun (high temperature under light).


The others testing for solar cell life time are summarized in Table 1.
Table 1. Mechanism specific developmental testing. Summary of various failure modes (cause/effect) leading to reduction in efficiency in OPVs.
Stress
Response
Mechanical
De-lamination, electrode failure, packaging failure
Temperature
Acceleration, de-lamination, morphological changes, diffusion
Light: spectral response, total intensity
Photochemical oxidation, photo bleaching, yellowing, mechanical
failure
Oxygen: humidity, water
Donor/acceptor oxidation, electrode oxidation, charge extraction,
change in mobility, TCO etching, interface failure
Coupled effects: water and mechanical,
light and mechanical
Interconnect failures (in addition to above mentioned failures)
Electrical: electric field, columbic charge
Localized heating, shorts


Expected outcome
The outcomes of the proposed research are summarized bellow; (1) A new Polymer for electron donor in organic solar cell which generate Power Conversion Efficiency (PCE) beyond 10% and 10 years life time. (2) Publication of our results in highly reputed international journals is our door to reach international achievement and industrial collaboration. (3) Contribution to this knowledge will useful especially for me and my country upon come back.
References:
1)  1.  C. W. Tang, Appl. Phys. Lett. 1986, 48, 183 – 184.

2)    2.  W. Ma, C. Yang, X. Gong, K. Lee, A. J. Heeger, Adv. Funct. Mater. 2005, 15, 1617 – 1622.

3)    3.  G. Li, V. Shrotriya, J. Huang, Y. Yao, T. Moriarty, K. Emery, Y.Yang, Nat. Mater. 2005, 4, 864 -868.

4)     4. M. Reyes-Reyes, K. Kim, D. L. Carroll, Appl. Phys. Lett. 2005, 87, 083506.

5)     5.  J. Xue, B. P. Rand, S. Uchida, S. R. Forrest, J. Appl. Phys. 2005, 98, 124903.

6)     6. J. Xue, B. P. Rand, S. Uchida, S. R. Forrest, Adv. Mater. 2005, 17, 66 – 71.

7)     7.  J. Xue, S. Uchida, B. P. Rand, S. R. Forrest, Appl. Phys. Lett. 2004, 84, 3013 – 3015.

8)   8. Jian L,b, T. Osasaa, Y. Hirayama, T. Sano,K. Wakisaka, M. Matsumura. Solar Energy Materials & Solar Cells 91 (2007) 745–750.

9)     9.  B. C. Thompson and J. M. J. Frechet. Angew. Chem. Int. Ed. 2008, 47, 58–77

1010. C.J. Brabec , S.Gowrisanker ,  J. J. M. Halls,  D. Laird ,S. Jia , and S. P. Williams. Adv. Mater. 2010, 22, 3839–3856

1111.  P. D. Topham, A.J. Parnell,  R. C. Hiorns.  JOURNAL OF POLYMER SCIENCE PART B: POLYMER PHYSICS 2011, 49, 1131–1156

Read more

Delete this element to display blogger navbar

 
© The Viko's Emporium | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger